Rabu, 19 Oktober 2011

Contoh Resensi Buku



Judul Buku      : Bung Karno The Other Stories: Serpihan Sejarah yang     Tercecer
Penulis             : Roso Daras
Penerbit           : Imania dan Pustaka Media Mulia
Cetakan           : Pertama, November 2009
Tebal               : xxxviii dan 276 halaman

TAHUKAH Anda bahwa mobil kepresidenan yang pertama dimiliki Indonesia adalah hasil curian? Sudiro, sekretaris pribadi Soekarno, mendatangi rumah seorang pejabat Jepang yang memiliki mobil jenis limosin bermerek Buick. Hanya ada sopir si pejabat yang terlihat di pekarangan rumah. Sudiro berteriak kepada si sopir, ''Merdeka!'' Kemudian, dia menjelaskan maksud kedatangannya untuk meminta kunci mobil milik majikan si sopir.

''Saya bermaksud mencuri mobil juraganmu, buat presidenmu!'' jelas Sudiro untuk meredakan kebingungan si sopir. Alhasil, si sopir melepaskan mobil milik majikannya kepada Sudiro. Mobil buatan General Motor tahun 1939 tersebut telah menemani Soekarno dalam pelbagai kegiatan yang dia lakoni pada masa-masa awal menjadi presiden RI.

Cerita tersebut adalah salah satu di antara 30 kisah tentang Soekarno yang dihimpun Roso Daras dalam buku setebal 276 halaman ini. Roso Daras dalam buku ini memang menuliskan cerita-cerita tentang Soekarno yang jarang menjadi diskursus publik. Dia menelusuri buku-buku, koran, dan majalah terbitan lawas untuk menghimpun kisah-kisah snapshot perihal Soekarno.

''Api di tungku tidak akan menyala dengan baik kalau kayu tak bersaling-silang,'' demikian peribahasa orang Minang. Roso Daras seolah mempraktikkan peribahasa tersebut melalui buku ini. Kisah-kisah yang dia himpun bukan melulu terkait revolusi, pemikiran politik, atau ideologi Soekarno, namun juga cerita-cerita tentang keseharian, anekdot, dan tingkah unik sang proklamator tersebut. Keragaman tampilan kisah yang disajikan Roso Daras membuat buku ini tampak sebagai sejumput usaha untuk menjaga ''api'' Soekarno.

Khalayak agaknya hanya teringat pada judul pleidoi Soekarno di hadapan pengadilan Hindia Belanda pada 1930, yakni Indonesia Menggugat, tetapi kurang paham pada kisah dan isi pleidoi yang menggetarkan banyak pihak itu. Roso Daras mengingatkan bahwa Soekarno menulis pleidoi tersebut setiap malam hari dengan tangan dan beralas tempat buang air di dalam sel selama 45 hari tanpa henti. Soekarno merujuk kepada 80 buku dan pidato tokoh terkemuka untuk menulis Indonesia Menggugat (hlm. 35-42).

Pleidoi tersebut menjadi bahasan serius di Eropa terkait dengan perlawanan bangsa-bangsa terjajah di Asia. Kisah yang melingkupi Indonesia Menggugat hanyalah sedikit bukti bahwa Soekarno adalah sosok yang cerdas dan responsif merasakan penderitaan masyarakatnya.

Soekarno pun seorang humoris yang selalu memiliki lelucon untuk dibagi kepada lawan bicaranya. Howard P. Jones, duta besar AS, pernah terpingkal-pingkal setelah mendengarkan lelucon dari Soekarno (hlm. 245-248). Sifat humoris memberikan isyarat kepada kita bahwa Soekarno bukanlah pribadi yang memikirkan kehidupan pada segi politik semata. Bahkan, Soekarno juga dikenal sebagai pemikir kebudayaan yang sangat luas pengetahuannya di bidang seni rupa. Boleh dikata, Soekarno merupakan politikus yang mampu mengupas kesenian sebaik menjelaskan pemikiran politiknya.

Roso Daras juga menghimpun kisah-kisah percintaan Soekarno dengan beberapa perempuan hingga gosip affair antara Soekarno dan Marilyn Monroe. Cerita-cerita semacam itu, agaknya, mampu membuat pembaca mengenal sosok Soekarno sebagai manusia biasa yang pernah tersandung cinta.

Bagi saya, kisah yang mengharukan justru datang dari momen Soekarno melamar Rahmi untuk menjadi istri Bung Hatta (hlm. 145-151). Peristiwa yang terjadi beberapa bulan setelah proklamasi dikumandangkan itu memperlihatkan bahwa Soekarno selalu meluangkan waktu untuk memikirkan orang-orang terdekatnya. Soekarno membantu Bung Hatta, yang saat itu berumur 43 tahun dan masih perjaka, untuk mendapatkan istri. Padahal, jamak paham bahwa dua proklamator RI itu sering berselisih dalam pandangan politik. Sikap care yang ditunjukkan Soekarno terhadap Bung Hatta memberikan pelajaran kepada kita bahwa politisi memang harus mampu membedakan urusan politik dan perkawanan.

Suatu kali, Oei Tjoe Tat, menteri negara diperbantukan presidium Kabinet Kerja 1963-1966, pernah tidak percaya diri atas nama Tionghoa yang disandangnya. Karena itu, Oei meminta Soekarno memilihkan nama yang pantas baginya sebagai seorang pejabat negara. Alih-alih menuruti kemauan Oei, Soekarno malah marah dan berkata, ''Apa? Kamu kan orang Timur? Apa kamu sudah kehilangan hormat kepada ayahmu yang memberi kamu nama itu?''

Kisah itu agaknya bisa menjadi pembanding bagi pandangan beberapa lawan politik Soekarno yang menilai pemimpin besar revolusi itu sebagai pribadi bermental Jawasentris.

Melalui buku ini, Roso Daras memang ingin menyuguhkan pemandangan tentang Soekarno sebagai manusia yang multiaspek. Kepribadian presiden pertama RI itu tak bisa dinilai hanya melalui satu kisah. Buku ini merupakan usaha yang baik dalam menyuguhkan sosok Soekarno secara utuh kepada generasi masa kini. Hanya, Roso Daras tak menuliskan tahun terbit dari sumber pustaka yang memuat kisah Soekarno sebagaimana dia nukil dalam buku ini. Hal itu tentu akan menyulitkan pembaca yang ingin lebih lanjut menelusuri kisah tersebut. Walau begitu, kita tetap layak membaca buku ini sebagai langkah dalam mewarisi api, bukan abu Soekarno. (*)

http://www.goodreads.com/topic/show/258759-kumpulan-resensi-review-buku-dari-koran-majalah
Diakses : 14 Oktober 2011 18:59 WIB

HENDRA RAMADHANTO_25209080_3EB19

BOOK REVIEW

Resensi adalah tulisan atau ulasan berupa penilaian terhadap suatu karya, baik karya ilmiah maupun nonilmiah. Resensi disusun untuk memberikan atau menyampaikan informasi kepada pembaca atau penikmat tentang kekuatan dan kelemahan suatu karya.
                        Unsur-unsur resensi adalah judul resensi, identitas buku(judul buku, pengarang, dan data publikasi), jenis buku, kepengarangan(latar belakang pengarang dan latar belakang buku yang diresensi), ikhtisar cerita/isi, persoalan yang terdapat dalam buku, penilaian baik keunggulan maupun kelemahannya, dan ajakan

Berikut adalah cara membuat resensi buku yang penulis ringkas dari ”How To Write A Book Report”, karya Myrna Friend, Erindale Campus Library, University of Toronto. Cara ini sudah diterima secara internasional.
1.         Memberi informasi bibliografi buku, seperti : nama penulis/pengarang, judul lengkap,         editor   (jika ada), tempat ( kota ) penerbit, penerbit, bulan atau tahun terbit dan jumlah           halaman (ditambah romawi).
2.         Bandingkan materi tulisan dengan keadaan sekarang, apakah sesuai untuk zaman sekarang? Deskripsikan penulis/pengarang: latar belakangnya, pekerjaan, reputasi, dll.
3.         Apakah hal-hal atau keadaan yang penting ada hubungannya dengan buku tersebut? Apa             sumber materi penulis?
4.         Jenis buku (sejarah, biografi, kritik tulisan orang lain/literacy critism, sastra, dll) apa          yang kita resensi?
5.         Jelaskan tujuan penulis dalam menulis buku yang kita resensi dan terangkan batasan          tulisannya dengan tema. Apakah buku tersebut mengusung tema populer? Apa hasil    survei? Untuk siapa buku tersebut ditulis, apa ditulis untuk kaum pelajar, masyarakat           awam, dll?
6.         Apa tema buku tersebut? Cari tema di bagian pendahuluan dan kesimpulan. Selama           membaca, coba elaborasi/kaitkan dengan tema buku, apa masih berhubungan?
7.         Apa asumsi penulis yang tersirat atau tersurat (jika ada) berhubungan dengan materi yang dia tulis?
8.         Jelaskan struktur dari buku (daftar isi): bagian-bagian buku (seperti pendahuluan, isi,         kesimpulan), apakah pembagian buku tersebut valid? Apakah appendiks, bibliografi,       catatan-catatan, indeks buku tersebut berhubugan dengan isi buku?
9.         Cari point utama atau konsep kunci!
10.       Apa jenis data yang penulis gunakan dalam mendukung argumennya? Bagaimana dia       gunakan data tersebut dalam berargumen? Apakah argumennya sesuai data?
11.       Beri bagian penting dari buku dengan kutipan!
12.       Apakah penulis sukses dalam mengkomunikasikan wacana atau teorinya? Apakah dia        sukses dengan tujuannya? Apakah malah bias?
13.       Jelaskan tujuan lain tulisan dari buku yang kita resensi. Apakah tulisannya dalam bahasa   yang bakudan efektif ?
14.       Apakah buku tersebut berkembang dari isu atau tema penelitian?
15.       Baca secara mendalam dan kritis. Alasan utama kemampuan membaca buku, yaitu: agar    dapat mengikuti alur pikiran penulis, melihat hubungan di antara idenya, menghubungkan    idenya dengan pengalaman kita, dan meng-evaluasinya dengan cerdas dan kritis.   Membaca kritis, karena dimungkinkan ada bagian dari buku tersebut yang kontorversial       dan mencari kekuatan serta kelemahannya. Bandingkan dengan teori lain yang             diungkapkan oleh penulis lain dari buku lain. Pembaca yang hati-hati dapat            memperhatikan hal-hal yang diperbuat penulis, seperti tema yang meloncat-loncat, bias       tema, dll. Perhatikan kata atau kalimat yang tidak kita mengerti. Baca buku sampai           selesai dan ikuti argumennya (dengan membacanya) sampai selesai, jangan meng-   justifikasi sebelum kita selesai membaca.
16.       Resensi di koran dengan jurnal ilmiah tentu berbeda. Resensi di koran biasanya berupa      bedah buku dengan isi ringkasan buku, tujuan tulisan, latar belakang penulis, kesimpulan,          kelemahan dan keunggulan tulisan serta kata/kalimat yang digunakan sering tidak baku             atau populer dan diperuntukkan untuk masyarakat umum (contoh bisa dilihat di bagian   utama website ini, resensi buku: ”Hidup sehat dengan tahajud” yang penulis kirim dan         dimuat di KR). Resensi di jurnal ilmiah ditambah teori lain yang diungkapkan penulis        lain dan bahasa yang digunakan bahasa baku serta untuk kalangan terbatas (biasanya           terpelajar)
Sumber :

Rustamaji. 2004. Bahasa Indonesia Strategi Tembus Perguruan Tinggi Favorit. Yogyakarta : Penerbit Andi 
HENDRA RAMADHANTO_25209080_3EB19

Rabu, 05 Oktober 2011

SIAPA SAYA ???


                       Tangisan pertama saya pecah di dunia fana ini pada 30 Maret 1991. Ketika itu ibunda saya, Umini ditolong persalinannya oleh bidan Budi yang hingga kini masih berpraktik. Saya dilahirkan di kota Bekasi, di mana kedua orangtua saya merantau dan menetap di kota tersebut. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Bapak memberi saya nama Hendra Ramadanto. Kata bapak, Hendra berarti berwibawa, sedangkan Ramadhan diambil dari nama bulan(islam), yang memang kebetulan saya lahir di bulan Ramadhan. Akhiran –to di belakang nama saya diambil sebagai pelengkap dan menandakan keturunan jawa. Alhamdulillah, saya terlahir di sebuah keluarga sederhana dan rukun. Bapak saya seorang PNS dan ibu saya ibu rumah tangga.
                        Saya memulai pendididkan pendidikan formal awal di SD Budi Darma, sebuah SD kecil (swasta) yang hingga kini masih aktif berkegiatan. Sekolah saya ini cukup dekat dari rumah, sekitar lima ratus meter. Di sekolah dasar saya termasuk murid yang pandai, hal ini sering dikatakan oleh teman-teman sekelas serta guru-guru yang membimbing saya hingga lulus. Sewaktu SD saya selalu mendapat peringkat 2 atau 3 besar di kelas. Selain itu saya juga pernah mewakili sekolah dalam perlombaan cerdas-cermat (calistung) antar sekolah seluruh Bekasi selama tiga tahun berturut-turut. Namun saya belum dapat mengharumkan nama sekolah dalam kesempatan tersebut. Pada tahun 2003 saya menyelesaikan sekolah dasar dan diterima di SMP negeri 4 Bekasi.
                        Hari pertama masuk SMP membuat saya gugup, karena saya mendapatkan suasana yang jauh berbeda dari sekolah sebelumya. Di SMP saya memilki teman seangkatan hingga 480 orang yang terbagi menjadi 10 kelas. Inilah yang membuat saya kaget, karena saat SD saya hanya memiliki teman seangkatan 20 orang. Ditambah lagi teman-teman semasa SD sudah berpencar dan hanya beberapa orang saja yang satu sekolah dengan saya. Lingkungan baru ini menyebabkan saya down dan mesti membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi. Karena saya sendiri sulit bergaul. Pada akhirnya selama tiga tahun menjalani masa-masa SMP, saya berubah total. Saya yang tadinya kalem, rajin belajar, pintar, sejak masuk SMP menjadi males-malesan dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan buruk di sekolah. Saya menjadi sering bermain, gaya-gayaan, seperti pada umumnya anak muda sekarang. Puncaknya, saya tidak mendapat peringkat sepuluh besar pun di kelas selama tiga tahun di SMP. Padahal, semasa SD saya selalu mendapat predikat lima besar, bahkan 3 besar. Tiga tahun begitu cepat berlalu, Alhamdulillah saya lulus dan ikut seleksi penerimaan siswa baru di beberapa SMA negeri. Namun keinginan tidak sesuai dengan kenyataan, saya pun tidak diterima di SMA negeri, dan mau tidak mau daftar di swasta yang bayarannya relatif mahal.
                        Orangtua saya memilih SMA Martia Bhakti sebagai tempat belajar saya selanjutnya, sekolah ini sangat mengedepankan agama islam serta kedisiplinan muridnya. Semenjak saya masuk SMA, perlahan sifat-sifat buruk saya di masa-masa lalu khususnya masa SMP hilang. Saya menjadi taat ibadah dan semangat belajar. Selain itu saya juga jarang bermain dan bersifat lebih dewasa. Tidak salah orangtua saya memilih saya SMA tersebut. Sampai sekarang apa yang diajarkan masih lekat dan bermanfaat sekali dalam hidup saya.
                        Tiga tahun berlalu, saya lulus SMA dengan semangat dan cita-cita baru. Saya ingin bekerja yang berhubungan menulis, mencatat, serta berhitung. Antara lain seorang guru, sekretaris, akuntan, penulis, dll. Untuk mendukung langkah tersebut, saya memutuskan untuk menempuh perguruan tinggi sebagai sarana memperdalam wawasan seta pengetahuan. Awalnya saya mengincar jurusan pajak, manajemen, akuntansi, dan PGSD. Namun akhirnya langkah saya berlabuh di jurusan akuntansi tepatnya di Universitas Gunadarma. Saya pilih Gunadarma karena fakultas ekonomi yang saya tempati telah terakreditasi A, selain itu lokasi kampus yang tidak terlalu jauh dari rumah, dan yang pasti karena saya tidak lolos seleksi masuk PTN. Hhheeeee
HENDRA RAMADHANTO
3EB19
25209080