FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA
Perbedaan
Budaya
Perilaku
bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan orang Rusia, Amerika Serikat,
Afrika Selatan, ataupun orang India. Hal yang sama, orang Sunda berbeda
perilaku bisnisnya dengan orang Batak, Madura, atau Jawa. Semua ini disebabkan
oleh adanya perbedaan budaya.
Pengetahuan.
Semakin
banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi,
semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis.
Pemimpin bisnis harus memiliki pemecahan masalah dan secara aktif mencari informasi
terkait isu-isu potensial masalah etika, dan bertindak secara efektif dan tepat
waktu.
Ketidaktahuan
bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah
etika.
Perilaku
Organisasi
Dasar
etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar
perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan
peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih
untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Perusahaan dengan praktek-praktek etika yang kuat menetapkan suatu contoh yang
baik untuk karyawan. Untuk menghindari pelanggaran etika, banyak perusahaan
secara proaktif mengembangkan program-program yang merupakan kombinasi dari
pelatihan, komunikasi, dan variasi beberapa sumber, yang dirancang untuk
memperbaiki perilaku etika karyawan.
Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
dalam bentuk lembaga di dalam bahasa Indonesia dikenal Rumah Tangga Perusahaan
(RTP). RTP selalu berhubungan dengan RTK (Rumah Tangga Konsumsi). Hubungan
antara RTP dan RTK erat sekali dan saling membantu satu sama lainnya dalam
mencapai kemajuan. Pada gambar circular flow berikut, dapat d i I
ihat bagaimana kedua hubungan tersebut berjalan.
RTK
menyediakan dan RTP membutuhkan faktor-faktor produksi, berupa alam, tenaga
kerja, modal, dan skill. Kemudian RTP akan membayar harga faktor
produksi ini berupa rente tanah, upah buruh, bunga modal, dan laba’pengusaha.
Faktor-faktor produksi tadi diolah atau diproses dalam RTP
Circular Flow
RTK
membayar barang dan jasa ini dengan tenaga belinya, ini disebut daya beli
efektif, (effective demand), artinya permintaan terhadap suatu barang
yang diikuti dengan membayar harga barang tersebut. Ada pula potensil demand,
atau daya beli potensil atau permintaan potensil, yaitu permintaan yang
baru merupakan keinginan saja belum diikuti dengan tindakan membeli karena
belum cukup uang. Pada saat uangnya cukup, dia baru membeli barang itu.
Hubungan
ini akan berjalan terus menerus yang makin meningkat. Majunya RTP akan
memberikan kepada RTK berupa meningkatnya kemakmuran RTK. RTP yang
makin berkembang akan membutuhkan alam, tenaga, modal, dan skill yang
makin meningkat pula. Lihatlah pertumbuhan Jakarta International Airport
Cengkareng (Bandara Sukarno-Hatta) yang diresmikan tanggal 1 April 1985 banyak
membutuhkan tanah, tenaga kerja, modal, dan para ahli. Perrnintaan akan faktor
produksi makin meningkat terus.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Seiring dengan munculnya
masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan menuntut
etika dalam berbisnis segera dibenahi agar tatanan ekonomi dunia semakin
membaik. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial
sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak
jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang
identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya
perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan kecendrungan
tetapi sebaliknya, semakin hari semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa
serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama
pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu
Negara, tetapi meliputi berbagai Negara yang terintegrasi dalam hubungan
perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia ini menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha sangat jauh tertinggal dari
pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi.
Perkembangan dalam etika
bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika bisnis dan Akuntan
Akuntansi adalah sebuah bagian penting dalam
perusahaan dalammengelola keuangan bagian ini bias disebut jantung
perusahaan.karena tidaknya perkembangan sebuah perusahaan ditentukan dari
output data akuntansi perusahaan.Oleh karena itu banyak pihak yang terkadang
ingin memamfaatkanya untuk melakukannya hal yang tidak baik demi
kepentingan sendiri. Tidak jarang perbuatan ini akan menimbulkan kerugian
pada pemegang kepentingan lainnya.Misalnya seorang direktur yang ingin mengakui
pendapatan yang baru di janjikantapi belum terima sama sekali agar pendapatan
dari perusahaan naik, seorangmanager yang ingin menunda pencatatan beban beban
operasi agar keuntungan berambah, dan para pemegang saham yang sepakat
untuk mengalihkan sebagian pendapatan perusahaan ke rekening pribadi
mereka untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu tinggi kepeda
pemerintah.Pada berbagai kasus, seorang akuntan sering menjadi korban
pemaksaanuntuk membuat laporkan akuntansi palsu atau mengubah laporan tersebut.
Terbuktidengan maraknya tindak kecurangan akhir ± akhir ini yang muncul ke
permukaanseperti kasus asian agri, enron, dan masih banyak lagi yang menunjukan
dengan jelas suatu pelanggaran kode etik propesi akuntansi. Hal ini
mengguhgah hati kitauntuk memahami bagaimana sesungguhnya realita yang dihadapi
seorang akuntan.Jika kita ingin bertahan, maka mau tidak maukita harus
mengikuti arus yang adadisekitar kita. ³kalau ingin bertahan di dunianya tukang
tipu, kau juga harus jadi penipu,´ kira-kira seperti itulah komentar
orang-orang yang sudah mencicipinikmatnya dunia kerja seorang akuntan. Kita
bias saja menolak pernyataan sepertiini. Tapi kita juga melihat bahwa mereka
pesimis terhadap penegakan kode etik akuntansi mempunyai dsar yang sangat
kuat. Berdasarkan sebuah penelitian terhadap beberapa seorang akuntan, 20% tidk
pernah melakukan kecuranganapapun situasinya, 60% berpendapat tindakan mereka
bergantung pada situasi dankondisi dan kondisi yang ada, dan 20% lainnya
mengatakan pernah melakukankecurangan seakan akan udah menjadi kebiasaan.
idealism di tengah realita yang ada di tengah
Sumber:
elib.unikom.ac.id/download.php?id=38731
Tidak ada komentar:
Posting Komentar